Katanya La Ege

Catatan Penundaan Pilkades di Muna

Sebelumnya telah terbit Keputusan Bupati Muna Nomor 522 Tahun 2022 yang dalam diktum menetapkan pelaksanaan pemungutan suara Kepala Desa Tahun 2022 pada hari Minggu tanggal 20 November 2022.

Tertanggal 18 November 2022, muncul Keputusan baru sebagai bentuk pencabutan (diktum menetapkan : Kedua) Keputusan Bupati Muna Nomor 522 Tahun 2022, yakni Keputusan Bupati Muna Nomor 546 Tahun 2022 tentang Penundaan pelaksanaan pemungutan suara Kepala Desa Tahun 2022.

Menariknya, dalam Keputusan Penundaan tersebut tidak disebutkan tanggal pelaksanaan pemungutan suara Kepala Desa Tahun 2022.

Hal yang menjadi sorotan adalah penundaan Pikades di Muna terjadi untuk ketiga kalinya. Dimana, jadwal awal ditetapkan pada 1 November. Kemudian molor menjadi 13 November, lalu molor lagi pada 20 November 2022 dan saat ini belum diketahui kapan jadwal yang pasti.

Berbagai pihak mempertanyakan dasar pertimbangan penundaan pelaksanaan pemungutan suara Kepala Desa Tahun 2022. Mengapa ditunda? Bagaimana dengan perencanaan masa tenang? Kapan kepastiannya? Apa dampak hukumnya?

Berikut ulasan sederhana saya..

Dasar Pertimbangan

Pertama-tama, dapat diidentifikasi dalam konsideran menimbang Keputusan Bupati Muna Nomor 522 Tahun 2022 bahwasanya dasar penundaan pemungutan suara Kepala Desa Tahun 2022 adalah kendala teknis sistem informasi pemerintahan daerah (SIPD) sehingga menyebabkan terhambatnya proses pencairan anggaran pemilihan Kepala Desa Tahun 2022.

Dikutip dari media Telisik, Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Muna, Ari Asis membenarkan, bila sedang terjadi gangguan pada SIPD yang berdampak pada proses pencairan dana tidak bisa dilakukan.

Bahwa notabene hal ini tidak bisa dilepaskan dari kewajiban Pemerintah Daerah dalam menyiapkan informasi Pemerintahan Daerah yang terdiri atas Informasi Pembangunan Daerah dan Informasi Keuangan Daerah yang dikelola dalam SIPD (vide : Pasal 4 ayat 1 dan 2 Permendagri 70 Tahun 2019 tentang SIPD).

Akibat dari Penundaan pelaksanaan pemungutan suara Kepala Desa Tahun 2022 setidaknya memunculkan bebagai isu dan dampak.

Pertama, kesan ketidakpastian hukum pelaksanaan pemungutan suara, yang berdampak pada potensi konflik sosial. Sebab pada Keputusan penundaan tidak mencantumkan kepastian tanggal pemungutan suara. Sepatutnya ada estimasi tanggal terjauh.

Kedua, ruang untuk melakukan money politic semakin luas. Calon Kepala Desa yang melakukan money politic pun akan semakin terkuras dan jika menang sudah pasti muncul Kepala Desa yang koruptif sebagaimana motif pengembalian biaya politik.

Permasalahan ini wajib diselesaikan bersama. Bukan hanya pihak berwenang, namun masyarakat secara partisipatif bisa saling menjaga agar tidak terjadi money politic.

Ketiga, kesan ketidaksiapan Desk Pilkades dalam proses perencanaan keuangan, koordinasi dan penjadwalan. Sepatutnya hal ini sudah dipersiapkan secara terukur.

Molornya jadwal yakni di awal ditetapkan pada 1 November kemudian molor menjadi 13 November, lalu molor lagi pada 20 November 2022 menunjukkan permasalahan perencanaan. Hal ini sangat perlu evaluasi.

Keempat, pada titik terburuk bisa saja kita berpikiran dampaknya akan terjadi bencana sosial. Hal ini bisa dikategorikan sebagai Force Majeur. Pada kondisi tersebut Pilkades dapat dihentikan sementara waktu.

Tinjauan Hukum

Pertama, benar bahwa yang memiliki kewenangan secara atributif untuk menetapkan jadwal Pilkades adalah Bupati. Yang berwenang menunda dan mencabut SK penetapannya adalah Bupati (vide : Pasal 66 ayat 3 huruf a Undang-Undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan).

Keputusan dapat dilakukan perubahan apabila terdapat fakta baru (vide : Pasal 63 huruf d Undang-Undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan). Jadi sudah tepat bahwa Bupati memiliki kewenangan menunda.

Kewenangan penjadwalan tersebut menjadi tugas Desk Pilkades sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 huruf a angka 2 Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa.

Kedua, meskipun memiliki kewenangan, terdapat kekosongan hukum (rechtvacuum) ketentuan penundaan tidak terdapat dalam Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa.

Ketiga, paling jauh dalam Peraturan tersebut hanya mengatur tentang Force Majeur atau keadaan yang membatalkan Pemilihan Kepala Desa.

Apa saja itu, yakni gangguan keamanan dan ketertiban dengan masukan dari kepolisian dan bencana sosial dan bencana alam (Pasal 124 ayat 3 huruf a dan b Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa).

Keempat, bagaimana jika tidak diatur di Perbup aquo?, tentu saja Bupati dapat menggunakan diskresi dengan memperhatikan persyaratannya dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan yakni hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang.

Penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan mengisi kekosongan hukum. Ini alasan hukum yang jadi dasarnya.

Kelima, apakah Keputusan Penundaan ini sama dengan Pembatalan mengingat tidak ada tercantum kepastian tanggal pemungutan suara? Tentu saja tidak. Tidak ada alasan pembatalan selain gangguan keamanan dan ketertiban dengan masukan dari kepolisian dan bencana sosial dan bencana alam (Pasal 124 ayat 3 huruf a dan b Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa).Artinya, tahapan masih berjalan hanya saja tertunda.

Penutup

Alasan penundaan terakhir yang belum memunculkan jadwal dapat dirasionalisasi bahwa hal tersebut tergantung pendanaan yang terkendala SIPD yang error (dikutip dari media Sultranesia).

Notabene waktunya belum bisa ditentukan mengingat bukan kewenangan desk Pilkades pun pemerintah daerah dalam hal ini Bupati. Jika dimunculkan tanggalnya dan terjadi lagi penundaan yang tidak terduga maka akan lebih mencoreng lagi wibawa pemerintah cq desk Pilkades. Dan potensi kisruhnya makin besar.

Langkah ini terbaca sebagai bentuk antisipasi, jangan sampai kendala anggaran ini juga yang bisa menimbulkan kekisruhan. Proses penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa membutuhkan dukungan anggaran yang pasti.

Mereka yang diberi kewenangan tentu punya konsekuensi keuangan. Bagaimana menjalani proses teknis di lapangan membutuhkan uang.

Last but not least, ulasan ini tidak bermaksud menghakimi siapapun, hanya semata mencermati peristiwa hukum yang ada. Bagaimanapun saya mengajak kepada seluruh pihak agar menyikapinya secara proporsional dan bijak.

Bagi desk Pilkades semoga belajar dari kesalahan yang ada dan jangan PHP lagi.

Bagi yang mengawasi jalannya pemerintahan dalam hal ini DPRD silahkan gunakan kewenangannya.

Bagi yang menjadi penyelenggara silahkan bekerja sesuai aturan dan tangguh dalam kondisi ini, jangan sampai mengundurkan diri.

Bagi masyarakat pemilih tetap jaga kondusifitas, Pilkades ji kune.

Dan bagi calon Kepala Desa tolong tahan-tahan serangan fajarnya, jangan sampai ujung-ujungnya serangan jantung..Hehe

LMN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button