HukumOpinipolitik

Desain Kelembagaan Bawaslu Kedepan

Oleh: Ashar hasyim, S.I.Kom.,M.A.P

Perubahan UUD 1945 membawa implikasi yang begitu mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu implikasi dari perubahan tersebut adalah dianutnya paham kedaulatan rakyat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagaimana dikonstantir dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Ketentuan tersebut memberikan landasan yang begitu kuat bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional, oleh karenanya partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi syarat mutlak, khususnya dalam pengisian jabatan-jabatan publik. Tidak hanya itu, ketentuan tersebut juga secara eksplisit memberikan hak kepada rakyat untuk menentukan dan memilih pemimpinnya.

Dalam konteks tersebut, Pasal 25 huruf b International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) mengatur “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih” Dalam rangka memberikan daulat kepada rakyat, sistem ketetanegaraan Indonesia mengenal sistem pemilihan secara langsung sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945.

Pemilihan langsung tersebut merupakan manifestasi dari adanya kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat. Terkait dengan hal tersebut, Miriam Budiarjo menyatakan bahwa pemilihan umum adalah merupakan conditio sine quanon bagi suatu negara demokrasi modern, dimana melalui pemilihan umum warga negara menyerahkan sementara hak politiknya yakni hak berdaulat untuk turut serta menjalankan negara.

Senada dengan hal tersebut, Dahlan Thaib menyatakan juga bahwa: “Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum karena pemilihan umum merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip kedaulatan rakyat (demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Prinsip dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik” Pasal 22 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara lansung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Konstruksi norma tersebut menjadi landasan konstitusional prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia.

Sebagai turunan dari ketentuan pasal 22 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 tersebut, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memberikan otoritas kepada lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai lembaga penyelenggara Pemiliu.

Kehadiran Bawaslu setelah lahirnya UU Nomor 7 Tahun 2017, menjadikan bawaslu tidak lagi hanya sebagai pengawas pemilu melainkan sebagai lembaga yang menyelesaikan sengketa proses pemilu baik yang terjadi antara peserta pemilu, maupun sengeketa antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu. Fritz Edward Siregar mengungkapkan bahwa desain Bawaslu saat ini dimaksudkan sebagai bentuk penguatan Bawaslu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibidang pengawasan dan penegakkan hukum pemilu.

Kehadiran Bawaslu diharapkan mampu menjamin dan mengawal proses penyelenggaraan pemilu agar berjalan secara demokratis, berintegritas dan bermartabat. Menjadikan Bawaslu sebagai Badan Peradilan khusus pemilu merupakan alternatif ideal untuk memaksimalkan tugas-tugas bawaslu dalam mewujudkan demokrasi yang berintegritas.

Dengan desain kelembagaan yang ada saat ini, tidaklah sulit untuk menjadikan Bawaslu sebagai Badan Peradilan khusus pemilu, sebab struktur kelembagaan Bawaslu saat ini telah terbentuk mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota. Dari sisi kewenangan, embrio fungsi yudikatif sebenarnya telah ada dalam tubuh kelembagaan Bawaslu.

Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 94 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dimana Bawaslu diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan perkara sengketa proses pemilu.

Dengan dasar tersebut di atas, Bawaslu dapat memainkan peran sebagai lembaga yang murni menyelesaikan dugaan pelanggaran dan sengketa proses pemilu, hanya saja dalam proses transformasi sebagai badan peradilan khusus pemilu ini, integritas keanggotaan Bawaslu yang memainkan peran sebagai majelis pemeriksa/hakim harus benar-benar berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button