Diduga Program Asimilasi Dipolitiasi Eks Napi Asal Butur Ini Mengenang Sosok Gomberto dan Ka Rutan Raha

Diduga Program Asimilasi Dipolitiasi Eks Napi Asal Butur Ini Mengenang Sosok Gomberto dan Ka Rutan Raha. La Ode Gomberto, warga binaan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Raha, Sulawesi Tenggara, menjadi perhatian publik setelah muncul penolakan terhadap SK Kemenkumham 2025 tentang Asimilasi Narapidana Pihak Ketiga. Program asimilasi ini dinilai sudah sesuai prosedur, namun ditentang oleh segelintir pihak yang dituding syarat akan kepentingan terselubung.
Baca Juga : Gomberto Kembali Kepelukan Masyarakat Melalui Jalur Asimilasi Ini Penjelasan Ka Rutan Raha
Diduga Program Asimilasi Dipolitiasi Eks Napi Asal Butur Ini Mengenang Sosok Gomberto dan Ka Rutan Raha: Syarat Kepentingan
Terbitnya Surat Keputusan (SK) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia Tentang Asimilasi Narapidana Pihak Ketiga Tahun 2025 ini, kembali mengundang spekulasi publik. Kali ini, pro dan kontra mengemuka atas nama La Ode Gomberto, seorang warga binaan Rutan Kelas IIB Raha.
Menurut sejumlah kalangan, bahwa aksi penolakan asimilasi tersebut mengandung aroma kepentingan tersembunyi alias dipolitisasi, lantaran rencana aksi mereka ini juga turut meminta dukungan publik dengan menyebarkan flayer ajakan aksi dan peliputan media di sejumlah platfrom media sosial.
Ditengah panasnya isu tersebut, muncul suara jernih dari seorang mantan warga binaan Rutan Kelas II B Raha, Leciz Labanisi, asal Kabupaten Buton Utara (Butur), yang dikenal sebagai aktivis hukum dan mantan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Hukum dari salah satu perguruan tinggi di Sultra.
Kritik boleh, Tapi Jangan Sampai Mengabaikan Hukum
Menurut Leciz, dalam negara demokrasi, setiap warga negara memang berhak menyampaikan pendapat. Namun, ia mengingatkan pentingnya memahami dan menghargai prosedur hukum sebelum terburu-buru menghakimi suatu kebijakan.
“Semua orang boleh bersuara. Tapi sebelum menolak, mari kita cek dulu sudahkah prosedurnya sesuai? Apakah warga binaan tersebut layak? Jangan hanya menilai dari opini liar,” tegas Leciz kepada media ini, Sabtu, 31 Mei 2025 malam.
Dugaan Motif Ketidaksukaan
Menurutnya, aksi penolakan terhadap program asimilasi Gomberto dianggap tak berdasar. Leciz menyayangkan bahwa sebagian pihak terlalu cepat menghakimi dan terkesan tidak melihat fakta lapangan. Ia menduga, penolakan itu bisa jadi dilatari motif pribadi atau sekadar ketidaksukaan terhadap individu tertentu. Bahkan ada anggapan bahwa aksi tersebut menjadi tunggangan bagi mereka yang ingin mencari panggung.
“Jangan sampai karena tidak suka secara pribadi, lalu program pemerintah yang sudah sesuai hukum dijadikan sasaran. Itu tidak adil,” ucapnya.
Ia menyatakan bahwa pemberian asimilasi kepada Gomberto sudah tepat dan memenuhi seluruh unsur regulasi yang berlaku. Olehnya, Leciz berharap agar masyarakat lebih bijak dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan.
Asimilasi, lanjut Leciz, adalah bentuk kebijakan lembaga pemasyarakatan yang memberi ruang bagi warga binaan untuk tumbuh, berubah, dan kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik. “Mari dukung program yang manusiawi ini, selama dilakukan secara transparan dan sesuai aturan,” ajak Leciz.
Leciz menambahkan, bahwa penolakan terhadap program asimilasi kepada Gomberto, sejatinya harus dilihat dari dua sisi, baik dari aspek hukum dan kemanusiaan. Jangan sampai kebijakan yang sudah sesuai dengan perundang-undangan justru diseret ke arah kepentingan pribadi.
Baca Juga : Ketua DPD KNPI Muna Meminta Taman Segi Tiga Jadi Monumen Penghormatan Alm Marsda TNI (Purn) La Ode Barhim
“Karena dalam dunia pemasyarakatan yang sedang terus berbenah, setiap perubahan positif, seperti kepemimpinan Ka rutan yang inspiratif hingga warga binaan yang sungguh-sungguh berubah layak untuk diapresiasi, bukan dicurigai,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, bahwa program asimilasi yang tengah jadi sorotan itu bukan kebijakan dadakan. Melainkan, regulasi yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan dan Permenkumham Nomor 16 Tahun 2023, hasil perubahan dari Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018.
“Program asimilasi bukan “hadiah cuma-cuma”. Dalam Pasal 44 Ayat 2, disebutkan bahwa narapidana yang hendak mendapat asimilasi harus memenuhi syarat, seperti berkelakuan baik atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin, aktif dalam program pembinaan, serta telah menjalani setidaknya 1/2 (satu per dua) masa pidana,” terangnya.
Gomberto Sosok Inspiratif Dibalik Jeruji

Leciz menerangkan, bahwa warga binaan seperti La Ode Gomberto memenuhi syarat itu. Bahkan, ia mengklaim mengenal pribadinya secara langsung, dan menyaksikan sendiri bagaimana Gomberto aktif mengikuti berbagai pembinaan positif. Selama menjadi warga binaan, Gomberto dikenal sebagai pribadi yang taat beribadah, rutin ikut pengajian, rajin berolahraga, dan menjauhi pelanggaran disiplin.
“Pak Gomberto itu orangnya baik sekali. Kalau main tenis meja bareng, sering mentraktir kami makan. Nggak pernah neko-neko,” ujar Leciz sembari mengenang masa-masa di rutan.
Tak hanya itu, Leciz juga menyebutkan bahwa Gomberto memiliki jiwa besar dan tak menyimpan dendam, meskipun kerap menjadi sasaran hujatan dari oknum-oknum yang didepan terlihat baik namun menusuk dari belakang.
Ia pun beranggapan, sikap lapang dada yang ditunjukkan Gomberto justru menjadi bukti bahwa program pembinaan di Rutan Kelas IIB Raha, memang berhasil membentuk kepribadiannya yang matang dan juga menjadi teladan bagi masyarakat yang mengenal dekat Gomberto.
“Bahkan terhadap orang-orang yang dulunya sering meminta sejumlah uang dengan ancaman. Tapi luar biasanya, Gomberto tetap menerima mereka dan ramah seperti biasanya. Tidak menyimpan dendam,” ketusnya.
Asril Bak Angin Segar Dibalik Tembok Penjara

Tak hanya Gomberto, Leciz juga menggambarkan sosok Kepala Rutan Kelas IIB Raha, Muhammad Asril Yasin A Tahyas. Menurutnya, Asril menjadi sorotan positif bagi seluruh warga binaan Rutan Kelas II B Raha. Sebab sejak di bawah kepemimpinannya, rutan mengalami perubahan signifikan. Mulai dari peningkatan kualitas pelayanan, manajemen dapur lebih efisien yang berdampak pada penambahan porsi makan warga binaan, hingga penguatan program pembinaan mental dan hukum.
“Pak Asril sering menyapa kami, memberi semangat, bahkan membuka akses layanan hukum dengan gencar teken MoU dengan LBH di Kota Raha sehingga para warga binaan intens mendapatkan layanan pendidikan hukum yang menjadi hak mereka. Dan bisa jadi masih banyak hal positif dan berkemajuan lain yang luput dari pantauan saya,” ungkap Leciz.
“Hal itu membuat para warga binaan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk menjalani masa hukuman dengan lebih positif. Sebuah pendekatan baru yang berorientasi pada pemulihan, bukan sekadar pembalasan,” tambahnya.
Laporan : Arto Rasyid
Editor : Gugus Suryaman