KENDARI-TAJAM.Co, Sejumlah pemuda yang menamakan diri Gerakan Muda Berkemajuan Kota Kendari melakukan unjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Senin (20/11/2023). Mereka mendesak lembaga penegakan hukum di Sultra tidak saling mengintervensi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing. Mestinya saling bersinergi.
GMB berharap Kejaksaan dan Pengadilan konsisten dalam menjalankan hukum acara sebagaimana telah diatur dalam undang-undang. Jangan sampai tercampur pula dengan kepentingan politik. Apalagi momentum politik menjelang 2024 sebagai tahun pesta demokrasi, akan sangat rentan terhadap kepentingan kelompok tertentu. Jaksa maupun hakim tidak boleh berpolitik dalam penegakan hukum.
Koordinator Lapangan GMB, Agung, menilai situasi yang terjadi di Kota Kendari akhir-akhir ini, khususnya terkait kasus perizinan PT Midi Utama Indonesia (perkara Anoa Mart) yang menjerat Walikota periode 2019-2022, Sekda, serta Tenaga Ahli Walikota Kendari, merupakan angin segar dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
“Langkah berani penegakan hukum ini tentunya harus dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan, benar-benar murni dari kepentingan politik. Tahun politik ini tentu menjadi sebuah ujian bagi institusi Kejaksaan,” ujar Agung.

Pada kasus Midi, dua terdakwa utama yakni Sekda dan mantan Tenaga Ahli Walikota Kendari divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kendari pada tanggal 10 November 2023.
Sayangnya, terdakwa yang ikut terseret, Sulkarnain, saat menjelang akhir masa persidangannya, terjadi perang urat saraf antara jaksa penuntut umum dan majelis hakim. JPU melakukan protes dengan aksi walk out saat sidang berlangsung. Mereka menuntut hakim diganti.
GMB lantas bereaksi dengan menyampaikan pernyataan sikapnya. Yaitu:
- Lembaga penegakan hukum khususnya Kejaksaan dan Pengadilan sebagai pilar utama untuk selalu bersinergi dan tidak boleh saling mengintervensi satu sama lain.
- Meminta Pengadilan tidak terpengaruh dan terintervensi dalam memutus perkara yang dihadapi, khusunya kasus PT MIDI.
- Kejaksaan Tinggi Sultra untuk profesional dalam menagani kasus yang dihadapi, tidak boleh membawa ego sektoral sehingga dapat memperlambat seseorang memperolah keadilan yang dijamin oleh undang-undang dan juga Hak Azasi Manusia.
- Langkah Kejaksaan meninggalkan persidangan merupakan hal yang baru dan tidak pernah diatur dalam hukum acara yang berlaku, sehingga mendesak institusi Kejaksaan untuk konsisten pada jalurnya sehingga tidak ada kesan Kejaksaan mencampuradukan penegakan hukum. Penegakan hukum harus didasarkan pada ketentuan undang-undang khususnya hukum acara, dimana sudah ada mekanisme yang dapat dilakukan JPU apabila merasa tidak puas dengan putusan hakim.
- Apabila tuntukan tidak digubris oleh Kejaksaan Tinggi Sultra, GMB akan melakukan presure secara konstitusional yang dimungkinkan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan dilanggar hak azasinya dalam memperolah keadilan. (*)