Jaksa WO dari Sidang, Mengaku Kalah atau Minta Dilobi

Jaksa WO dari Sidang Mengaku Kalah atau Minta Dilobi – Secara mengejutkan, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang berjumlah lima orang, melakukan aksi walkout (WO) dari ruang sidang sambil menendang pintu ruangan Pengadilan Tipikor Kendari, Rabu (15/11/2023). Padahal sidang kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Walikota Kendari Sulkarnain Kadir sebagai terdakwa sedang berlangsung. Majelis hakim yang diketuai Nursinah sontak kaget, marwahnya sebagai pengadil seperti dihina. Kredibilitas lembaga peradilan dipertaruhkan.
Aksi walk out lazimnya dikenal hanya dalam dua momentum, yakni event olahraga dan kepentingan politik. Menurut Collins Dictionary, aksi walk out punya makna sebagai meninggalkan tanpa penjelasan. Sementara dalam The American Heritage Dictionary of Idioms, WO memiliki arti yang berkorelasi sebagai mogok kerja.
Dalam sejarahnya, WO lekat dengan aksi mogok kerja buruh yang menuntut adanya perubahan kebijakan. Aksi walk out pertama kali dilakukan oleh para pekerja di Amerika Serikat pada awal abad ke-20, hingga upah mereka dinaikan oleh pemilik perusahaan. Bahkan gerakan WO ini menjadi sebuah trademark di Amerika Serikat di tahun 2006 sebagai bentuk protes kebijakan rasis terhadap imigran.
Jaksa WO dari Sidang Mengaku Kalah atau Minta Dilobi: WO Pada Event Olahraga
Istilah walk out lebih sering atlet gunakan dalam konteks protes atau penolakan karena tidak sesuai dengan harapan. Dalam olahraga, walk out terjadi ketika seorang atlet atau tim meninggalkan pertandingan atau acara dengan tiba-tiba di tengah pertandingan tanpa memberikan penjelasan yang jelas.
Baca Juga: 2 Lembaga Penegak Hukum Diminta Tidak Saling Intervensi
Sejarah mencatat, dalam event olahraga Indonesia, beberapa kali atlet melakukan aksi WO di tengah pertandingan. Momen WO bersejarah dalam pertandingan sepakbola dilakukan Persipura pada final Piala Indonesia edisi 2009 bermain melawan Sriwijaya FC di Stadion Jakabaring. Ada pula Persebaya yang mundur dari salah satu pertandingan babak 8 besar Liga Indonesia 2005 saat akan bertanding melawan Persija. Lalu Persib tahun 2005 pada saat melawan Persija dan tahun 2017. Tim yang melakukan aksi WO, dikenakan sanksi skor 0-3, artinya kalah tiga gol.
Jaksa WO dari Sidang Mengaku Kalah atau Minta Dilobi: WO Dalam Kepentingan Politik
Dalam tataran sosial dan politik, WO diartikan sebagai aksi meninggalkan forum atau pertemuan, sebagai bentuk protes, kemarahan, dan ketidaksetujuan. Aksi WO, terutama yang dilakukan para wakil rakyat, dianggap sama saja tidak menunjukkan demokrasi yang baik kepada rakyat. Para politisi memutuskan meninggalkan ruangan rapat paripurna menjelang voting, biasanya sudah tahu akan kalah jumlah.
Tak sedikit pula yang menilai aksi meninggalkan forum sebagai bentuk anomali dari pengamalan sila keempat Pancasila yang berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan”. WO disebut bertentangan dan menolak melakukan permusyawaratan untuk mencapai sebuah keputusan mufakat.
Di masa Orde Baru, WO terjadi pada Sidang Umum MPR 1978 yang membahas Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang hasilnya bikin kecewa kalangan Islam, kala itu diwakili oleh anggota NU dan PPP. Kalau di masa sekarang, biasanya politisi yang WO minta diadakan lobi-lobi. Ada deal-deal yang harus “dikondisikan” di luar ruang sidang. Itu kata politisi teman saya, di Sulawesi Tenggara.
Jaksa WO dari Sidang Mengaku Kalah atau Minta Dilobi: WO Dalam Sidang di Pengadilan
Aksi walk out jaksa saat persidangan berlangsung, tercatat pernah terjadi pada Juni tahun 2020 di Medan Sumatera Utara, juga baru-baru ini di persidangan Pengadilan Tipikor Kendari. JPU menuding majelis hakim berpihak. Sebab terdakwa utama dalam kasus Anoa Mart ini, yakni Syarif Maulana dan Ridwansyah Taridala, divonis bebas dalam perkara yang sama dengan Sulkarnain. Jaksa Edwin L. Beslar dan Muhammad Yusran kepada media menyampaikan, hakim dinilai memberikan keberpihakan yang berbeda pada saksi-saksi serta membatasi pertanyaan yang diajukan jaksa. Hakim menyuruh jaksa fokus pada dakwaan.
Baca Juga: Sulkarnain Tidak Punya Saham di Anoamart
Padahal, dalam perkara PT Midi Utama Indonesia atau Anoa Mart, para tersangka utama dinyatakan tidak terbukti melakukan tindakan pemerasan ataupun menerima suap dari PT MUI alias Alfa Midi. Bahkan, Midi sebagai korban telah mencabut Berita Acara Pemeriksaannya (BAP) di kejaksaan negeri Kendari. Fakta persidangan menyatakan, pemerasan ataupun suap sebesar Rp700 juta itu tidak ada.
Lantas, saat persidangan Sulkarnain yang ikut diseret dalam kasus ini (belakangan dijadikan tersangka karena dianggap ikut bersama-sama para tersangka utama), JPU meminta mengganti hakim ketua. Alasannya, Nursinah memiliki kepentingan dalam kasus ini.
Alasan Jaksa WO pada tahap ini, kata pengacara Sulkarnain, Baron Harahap, JPU telah melakukan intervensi pada lembaga peradilan. Padahal sederhananya, tugas utama JPU adalah menyelidiki, menuntut, serta melaksanakan penetapan hakim. Persidangan merupakan ruang sah untuk pembuktian fakta-fakta yang disangkakan dan didakwakan pada terdakwa.
Di luar itu, terdakwa juga memiliki hak azasi sebagai warga negara yang dijamin rasa keadilan hukumnya. Azas praduga tak bersalah tidak boleh diabaikan dalam perkara apapun. Sebab keberadaan lembaga-lembaga hukum di negara ini, berfungsi untuk menegakkan undang-undang sesuai porsinya, bukan karena subjektifitasnya. Kalau jaksa yakin, tentu harus membuktikan tuntutannya. Jika pun tidak mampu beradu, jangan lantas menyalahkan wasit. Karena dalam pertandingan, satu pihak WO, wasit akan meniup peluit tanda berakhir. Kalah telak 3-0.
Nah, jaksa dalam perkara Anoa Mart ini, WO seperti di momen olahraga atau politik?*