Muna

Silaturahim Akbar Napalakura: Rekonsiliasi atau Motif Terselubung Rivalitas Politik Kepala Desa?

Silaturahim Akbar Napalakura: Rekonsiliasi atau Motif Terselubung Rivalitas Politik Kepala Desa? Desa Napalakura, di Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna, kembali ramai diperbincangkan usai digelarnya acara “Silaturahim Akbar” pada Kamis, 3 April 2025. Kegiatan yang diklaim sebagai upaya rekonsiliasi pasca-Pilkada 2024, di mana ketegangan sosial sempat terjadi akibat perbedaan pilihan politik, justru menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, acara ini diduga kuat diinisiasi oleh segelintir pihak yang belakangan mulai terkuak adalah rivalitas politik Kepala Desa (Kades) Napalakura, Sunarti.

Baca Juga : Kades Napalakura Diserang Isu Lama Diduga Ulah Rivalitas Politiknya

Silaturahim Akbar Napalakura: Rekonsiliasi atau Motif Terselubung Rivalitas Politik Kepala Desa? Tanpa Koordinasi

Acara yang menghadirkan anggota DPD RI, La Ode Umar Bonte (UB), serta sejumlah anggota DPRD Muna ini disebut-sebut sengaja dibuat tanpa sepengetahuan dan koordinasi dengan kepala desa. Fakta ini lantas memunculkan sejumlah pertanyaan besar bahwa ada motif terselubung di balik agenda tersebut.

Kepala Desa Napalakura, Sunarti, mengaku sama sekali tidak diberi informasi terkait kegiatan yang berlangsung di desanya sendiri. Ia lantas mempertanyakan mengapa suatu agenda yang diklaim bertujuan untuk mempererat kembali persaudaraan masyarakat justru mengabaikan peran pemerintah desa.

“Saya sama sekali tidak diberi informasi terkait agenda ini. Jika memang niatnya untuk merajut kembali persatuan, mengapa pemerintah desa tidak dilibatkan?” singkat Sunarti saat dikonfirmasi, Jumat, 4 April 2025.

Bernuansa Provokatif, Menciptakan Konflik Baru?

Silaturahim Akbar Napalakura Rekonsiliasi atau Motif Terselubung Rivalitas Politik Kepala Desa.
Screenshot potongan video sambutan anggota DPD RI, Umar Bonte yang Sildiduga provokatif.

Sementara itu, dengan ketidakhadiran pemerintah desa dalam acara tersebut semakin memperkuat dugaan adanya motif terselubung yang sedang dimainkan oleh rivalitas politik kepala desa. Bukan sekadar rekonsiliasi, tetapi lebih kepada upaya mempertahankan pengaruh politik di tengah masyarakat.

Salah satu aspek yang paling menuai kontroversi adalah isi sambutan dari Umar Bonte dan Rasmin. Mereka diduga melontarkan pernyataan yang bernuansa provokatif serta mendiskreditkan Pemerintah Desa Napalakura, yang dianggap adalah tindakan sangat tidak konstruktif dan dapat memicu kegaduhan di tengah masyarakat desa.

Bahkan, potongan video dari sambutan mereka ini telah berseliweran di media sosial facebook dan menjadi viral dengan lebih dari 10 ribu kali tayangan. Hal ini membuat banyak pihak menganggap bahwa acara ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan panggung politik untuk kepentingan tertentu.

Rekonsiliasi atau Eksploitasi Politik?

Silaturahim Akbar Napalakura Rekonsiliasi atau Motif Terselubung Rivalitas Politik Kepala Desa.
Screenshot potongan video sambutan anggota DPRD Muna, Rasmin, yang diduga provokatif.

Ketua bidang advokasi dan pergerakan, LMS Gerak Sultra, Yoghy Bonea, mengkritik keras terkait tindakan tersebut. Sebab, selain mendiskreditkan kepala desa, bisa memecah belah masyarakat lebih jauh dengan memanfaatkan sentimen kekeluargaan untuk menyamarkan motif politik yang semu.

Baca Juga : Dugaan Penghasutan! Penyegelan Kantor Desa Napalakura Berujung Laporan Polisi

“Tidak heran jika banyak kalangan menganggap tindakan mereka sebagai bentuk eksploitasi, demi mengejar raputasi diri dengan memanfaatkan konflik yang terjadi di Desa Napalakura. Ini sangat tidak etis dan dapat memicu konflik baru di masyarakat,” ujar Yoghy.

Menurut Yoghy, di balik agenda rekonsiliasi ini terselip isu, bahwa sejumlah pihak yang menjadi rivalitas politik dengan kepala desa, ingin mempertahankan pengaruhnya di Desa Napalakura melalui aksi-aksi yang terkesan oportunis.

“Saya menilai kegiatan ini lebih menyerupai ajang unjuk kekuatan politik ketimbang upaya tulus untuk merekonsiliasi warga. Agenda yang seharusnya membawa kedamaian justru berubah menjadi alat eksploitasi demi mengejar reputasi politik semata.” ketus Yoghy.

Lebih jauh, ia mempertanyakan siapa sebenarnya dalang di balik penyelenggaraan acara yang berjalan tanpa adanya koordinasi dengan pemerintah desa. Apakah ini murni inisiatif untuk menyatukan masyarakat, atau hanya kepentingan politik untuk menggulingkan kepala desa yang berusaha disamarkan di balik slogan rekonsiliasi.

“Ini pertanyaan mendalam yang harus segera dijawab oleh para penyelenggara acara. Siapa yang sebenarnya berkuasa di balik layar, dan apa tujuan akhir dari aksi ini?” tandasnya.

Laporan : Arto Rasyid
Editor : Gugus Suryaman

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button