
MOROWALI-TAJAM.Co, Irman tentunya memiliki alasan kuat untuk terjun langsung ke dunia politik dengan diawali ikut bertarung pada pemilihan legislatif (Pileg) DPRD Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) tahun 2024.
Meski dunia politik sudah tak asing bagi dirinya, dan bukan sekedar untuk mengukur kekuatan politik sebesar apa. Namun mantan aktivis buruh itu mengaku semata-mata agar dapat berbuat mengabdikan diri terhadap daerah serta bisa bermanfaat bagi orang banyak.
Salah satunya bagaimana tercipta pemerataan kesejahteraan terhadap masyarakat khususnya berada pada wilayah-wilayah terisolir yang memang minim mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.
“Masih banyak masyarat kita yang hidup terisolir hanya mengandalkan genset dan lampu pelita sebagai penerang malam hari bahkan untuk kesana harus melalui medan terjal dan berlumpur karena tidak adanya akses jalan,” ungkap Irman saat ditemui Redaksi TAJAM.Co, Jumat (26/5/2023).
Seperti pada Dusun III Watupali Desa Dampala dan Dusun V Lere’ea Desa Lele Kecamatan Bahadopi, dua dusun terpencil berbatasan dengan Kecamatan Routa Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang kehilangan akses jalan sejak 25 tahun lalu.
Untuk sampai ke dua dusun tersebut harus melintasi wilayah Sulawesi Tenggara dengan jarak tempuh sekitar 200 kilo meter (KM) atau sekitar sembilan jam perjalanan karena tidak adanya akses jalan.
“Antara Desa Lere’ea ke kantor Desa Lele berjarak sekitar 23 KM, dulu adanya akses jalan perusahan tapi saat ditinggal jadi rusak total, jembatan jembatan putus jadi untuk sampai kesana harus memutar ke Sultra dulu,” jelasnya.

Adapun yang menjadi perhatian serius pria yang karib disapa Pak Ir itu usai dari kunjungan silaturahminya bersama masyarakat Dusun V Lere’ea Desa Lele adalah setiap tahunnya masyarakat dua desa terisolir ini tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah desa setempat yang berdampak pada fasilitas pendidikan yang sangat memprihatinkan.
“Ironinya lagi sejauh ini juga mereka tidak diperlakukan sama dengan desa lainnya, dimana desa lain mendapat fee dari kapal perusahaan sementara dua desa itu tidak ada,” cibirnya.
Olehnya, Ia meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali, untuk kembali melakukan evaluasi dan penataan sesuai dengan perintah Undang-Undang demi terwujudnya efektifitas penyelenggaraan pemerintah desa dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta kualitas pelayanan publik.
Selain itu, merujuk pada surat amanat UUD Pemekaran, dua desa terisolir dimaksud sudah sangat memenuhi syarat untuk dimekarkan agar masyarakat dusun lere’ea polondogn bisa dapat merasakan pemerataan kesejahteraan yang sama layaknya masyarakat desa di seluruh Indonesia.
Disisi lain, kendati tingkat popularitasnya dikenal baik dikalangan masyarakat Morowali sejak menjadi aktivis buruh tahun 2014 lalu hingga saat ini menjadi pengusaha muda di pertambangan.
Dimana kahadirannya kerap dinantikan orang banyak begitu pun orang terdekat yang merasa nyaman dan aman berada dengannya. Lantas tak membuat Komisaris PT Aulia Rafa Membangun itu jemawa atau menikmati sendiri kesuksesannya.
Justru dengan kondisi memprihatinkan itu lah yang membuatnya terus terpanggil untuk duduk di kursi dewan nantinya, agar dapat berbuat memperjuangkan aspirasi masyarakat, diantaranya nasib masayarakat dua dusun terisolir yang tak lain merupakan kampung halamannya.
Karena menurut Pak Ir, hanya dengan berpolitik lah dapat membuka ruang-ruang pengabdian untuk masyarakat banyak. Seperti pemberdayaan pada sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, Sosial, UMKM, investor lokal dan yang terutama pada sektor pendidikan.
“Mohon doa dan dukungannya, ketika masyarakat mempercayakan amanah itu, pertama yang saya lalukan mengawal dan memperjuangkan pemekaran dusun V desa lele dan dusun III desa dampala menjadi satu desa,” tutupnya.
Laporan: Arto Rasyid